Jumat, 23 September 2011

Kerjasama Pemerintah dan Swasta dalam Pembangunan Infrastruktur

Tidak tersedia definisi standar yang berlaku luas untuk menjelaskan istilah Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS) atau PPP (public private partnership). Grout (2005) menitikberatkan sifat jangka panjang kontrak KPS dengan mengasosiasikannya pada skema DBFO (design, build, finance, operate) di mana konsorsium perusahaan swasta (melalui pemberian “konsesi oleh Pemerintah) mendisain, membangun, membiayai, mengoperasikan suatu fasilitas infrastruktur dan menjual layanan akhirnya kepada publik atau masyarakat. Sementara model PFI (Private Finance Initiative) yang banyak dikembangkan di Inggris sejatinya merupakan perluasan dari konsep KPS, yang memungkinkan layanan yang dihasilkan oleh pihak swasta dibayar oleh pihak Pemerintah, atau tidak selalu oleh pengguna akhir yang merupakan konsep tradisional dari KPS (Davies dan Eustice, 2005).

Konsep yang lebih lengkap disampaikan oleh Yescombe (2007), bahwa KPS memiliki elemen-elemen utama: (1) Kontrak bersifat jangka panjang (“Kontrak KPS”) antara pihak publik (dalam hal ini Pemerintah) dengan pihak swasta; (2) Untuk kegiatan perancangan, pembangunan, pendanaan, dan pengoperasian (“Fasilitas”) yang dilakukan oleh pihak swasta; (3) Di sepanjang periode kontrak, pihak swasta menerima pembayaran penggunaan fasilitas oleh pihak Pemerintah atau masyarakat luas sebagai pengguna fasilitas; dan (4) Kepemilikan fasilitas masih tetap berada pada pihak Pemerintah, atau akan diserahkan kepemilikannya kepada Pemerintah saat kontrak berakhir. Dengan demikian fitur utama KPS adalah tentang penyediaan dan penjualan layanan, bukan sekedar aktifitas membangun atau mengadakan aset/fasilitas fisik dan mengoperasikannya. 




Seperti diilustrasikan pada gambar d atas, perbedaan utama antara KPS dengan metode pengadaan sektor publik pada umumnya (tradisional) terletak pada mekanisme pengembalian investasi bagi sektor swasta. Dengan KPS, pengembalian investasi sektor swasta terkait dengan layanan yang dihasilkan dan kinerja aset selama masa kontrak (concession period). Penyedia jasa sektor swasta bertanggung jawab tidak hanya untuk penyediaan aset/fasilitas, tetapi untuk manajemen dan implementasi proyek secara keseluruhan, dan pengoperasian untuk beberapa tahun setelahnya. Dalam hal ini waktu pembayaran kepada sektor swasta untuk aktiva dan layanan yang diberikan sangat berbeda. Meskipun tidak ada definisi yang berlaku luas mengenai pengadaan tradisional, tapi bisa dikarakterisasi melalui hal-hal berikut (Davies dan Eustice, 2005): (1) sektor publik mengadakan aset, bukan jasa yang umumnya disediakan oleh sektor swasta; (2) aset ditentukan oleh input, dalam hal ini sektor publik melakukan disain sebelum pengadaan (untuk pembangunan); (3) sektor swasta hanya bertanggungjawab untuk memberikan aset, bukan untuk kinerja jangka panjang di luar periode standar garansi; dan (4) manajemen proyek pengadaan biasanya tetap oleh sektor publik.

Peristilahan KPS sedang mencari bentuknya yang universal, sehingga istilah ini kadang digunakan secara bergantian dengan “privatisasi”. Padahal, jika dipahami secara komprehensif maka penggunaan istilah privatisasi (privatization) sesungguhnya hanya untuk menjelaskan model-model partisipasi pihak swasta (private sector participation) dalam pembangunan dan/atau pengelolaan infrastruktur publik. Dalam hal ini KPS dilihat sebagai salah satu model partisipasi pihak swasta. Dalam hal ini privatisasi yang biasa diasosiasikan dengan penjualan aset (asset sale) atau pengalihan aset (asset transfer) melalui program divestasi (divestiture) tidak lagi menyisakan kendali pemerintah atas pengelolaan aset infrastruktur yang dialihkan kepada pihak swasta (WPC, 2003). Dalam kontrak KPS, pihak Pemerintah masih memiliki dan mengendalikan aset dan layanan (infrastruktur) serta menetapkan harga penggunaannya (user rates). Selain itu, tujuan utama para pihak dalam KPS adalah berbagi risiko dan tanggungjawab, dengan demikian kontrak merupakan jantung dari setiap skema KPS, yang mengandung tugas-tugas dan kewajiban para pihak (Hardcastle, 2006).

hp.

Referensi:
Davies, P., dan Eustice, K. (2005) : Delivering the PPP Promise: A Review of PPP Issues and Activity, PricewaterhouseCoopers.
Grout, P. (2005) : Value-for-Money Measurement in Public-Private Partnerships, EIB Papers, 10 (2), 32-56.
Hardcastle, C. (2006) : The Private Finance Initiative – Friend or Foe, Proceedings of the International Conference in the Built Environment in the 21st Century (ICiBE 2006), Selangor, Malaysia.
Water Partership Council (WPC). (2003) : Establishing Public-Private Partnerships for Water and Wastewater Systems: A Blueprint for Success, Washington, D.C.
Yescombe, E.R. (2007) : Public-Private Partnerships: Principles of Policy and Finance, Elsevier Ltd, London.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar